Jumat, 13 Januari 2012

Selamatkan bumi kita, lonjakan harga tempe

Posted by Perumahan asri 16.26, under | 6 comments

Semakin lama semakin berkembang teknologi. Pembangunan perusahaan ataupun perumahanpun semakin marak. Pusat-pusat bisnis, pertokoan menjamur dimana-mana. Semakin lama semakin berkuarang petani di Indonesia. Saya tidak membahas desa lain namun didesa saya sendiri saja. Dulu diujung dusun desa ketanireng diatas sungai besar merupakan persawahan luas yang sangat indah namun sekarang berubah menjadi pedepokan si kaya. Dulu di seberang jalan belakang rumah saya sampai kedesa tetangga merupakan sawah yang subur namun sekarang, hanya tanaman kayu jati yang dijumpai. Disamping jurang selatan dusun saya juga merupakan persawahan namun sekarang menjadi hutan kayu sengon.

Para petani yang dulu sekarang sudah berganti generasi dan generasi sekarang malas untuk kesawah. Mereka lebih memilih menganggur dirumah dari pada kesawah. Banyak lahan dibukit dibangun vila, perumahan juga hotel mengakibatkan kurangnya suplai air ke daerah bawah. Pembangunan golf, resort dan lainnya yang mengebor air dalam tanah sehingga mengurangi suplai air. Sekarangpun banyak perusahaan air mineral bermunculan milik warga namun dikelola sepenuhnya orang lain. Perusahaan air mineral ini setiap hari mengirimkan ber tangki-tangki air bersih yang diambil dari sumber mata air. 

Alasan petani meninggalkan profesinya.
  • semakin tidak menentunya cuaca membuat tanaman mudah diserang hama.
  • Tiga kali panen selalu buruk. Terkena penyakit abang. yaitu batang padi menguning dan mati saat masih usia 1 setengah bulan. Yang masih selamatpun dhmakan tikus.
  •  Sejak pertengahan tahun 2011 hama tikus meraja lela, tanaman padiku hampir separo ludes. Berbagai upaya dilakukan termasuk adat jawa yaitu "membakar batang padi sisa tikus di tungku", memang berkurang.
  • Bukannya pemerintah tidak turun tangan atau angkat tangan namun mereka kurang merakyat. Tahun 2011 beberapa kali desa kami mendapatkan bantuan pupuk, obat dan benih namun sayang tidak sampai ketangan rakyat. Mengapa saya bilang seperti itu? buktinya bantuan diserahkan kepada warga yang berwenang, sedangkan warga berkuasa di desa adalah si kaya, yang memiliki berhektar-hektar sawah. Bantuan bukan disalurkan malah digunakan pribadi beberapa kali panen yang seharusnya untuk rakyat satu kali panen. Setelah Hari raya idul fitri kemarin pihak pertanian mengadakan pelatihan kepada masyarakat, namun tidak ada satupun yang datang. Mengapa? simpel saja, tidak diundang. Pihak pertanian merasa sudah membuat undangan tetapi masyarakat bersikukuh tidak menerima pemberitahuan ataupun undangan. Mana yang benar? tidak tahu.
  • Petani kecil seperti kita bukannya hidup sederhana namun semakin menderita, tidak jarang yang kemudian menjual sawah-sawah mereka untuk usaha lain.
Jika ini semua dibiarkan maka lambat laun Indonesia yang terkenal sebagai Tanah yang subur lok jinawih akan beruba menjadi perkotaan gersang. Kebutuhan bahan pokok akan terus merangkak naik tanpa terkendali karena kurangnya persediaan. Yang akan berujung dengan ketergantungan dengan luar negeri. Dimana-mana gencar dibahas dan disinggung mengenai perkembangan teknologi, internet dan sebagainya dengan menggunakan Konten Indonesia namun lingkungan kita tergigis.

Sebuah dampak dari berkurangnya lahan pertanian adalah lonjakan bahan pangan. Di minggu pertama bulan Ramadhan ini, peran petani sangat di rasakan. Harga kedelai melonjak tinggi. Lonjakan harga kedelai membuat harga Tempe dan tahu Mahal terutama di Jakarta. Selain faktor berkurangnya lahan pertanian juga pergantian musim dari musim penghujan ke musim kemarau. Logikanya petani menanam kedelai pada musim kemarau karena musim penghujan membuat tanaman kedelai rusak. Selain oleh stok kedelai yang memang jarang juga adalah permainan harga saat ramadhan ikut berpengaruh. Mengingat setiap orang pasti mengkonsumsi tempe atau tahu selain lauk lainnya. Tempe semakin mahal karena pasokan kedelai semakin sedikit dan konsumsi terhadap Tempe semakin tinggi. Pertumbuhan di Indonesia cukup tinggi, jumlah penduduk setiap tahunnya terus bertambah, namun setiap tahunnya lahan pertanian terus berkurang hal ini yang memicu lonjakan harga bahan pangan.
Apakah bumi yang subur, lok jinawih sudah bukan milik Indonesia lagi?

6 komentar:

Wajar juga petani tinggalkan lahannya. Pemerintah kurang berpihak kepada petani, buktinya selalu impor beras. Kemudian orang asing terus berdatangan dan mengambil lahan petani dengan murah, kasus-kasus perkebunan akhir-akhir ini, misal Kasus Mesuji.
Lalu pupuk, bibit yang mahal.
Sementara itu hasil pertanian saat ini dengan tehnologi yang ketinggalan (di tingkat petani, jangan diukur di tingkat IPB). Petani kurang diberikan pemahaman cara bertani yang benar dan menguntungkan. Sehingga petani selalu merugi.
Akibatnya pendidikan anak-anak si petani jadi terbengkalai, dan mereka akan menjadi penerus si petani dengan pola pikir yang tidak prospektif.

Betuk juga gan, saya tidak mau mengukur terlalu jauh. Didesa saya banyak sekali pernikahan dini diakibatkan hal itu. Bagaimana tidak sang orang tua sudah tidak mampu menyekolahkan lagi. Disekeliling rumahku misalnya, sebelah kiri keseluruhan anaknya sudah dinikahkan sejak lulus SD, sebelah kanan dinikahkan setelah lulus SMP. Ini sebenarnya menjadi keprihatinan semuanya. Bukan tidak mungkin sejarah akan terulang dengan minimnya pengetahuan dan sumber penghasilan..

kebanyakan pemerintah memihak kepada yang berduit gede,petani yang notabene orang pas-pas an ya gak dipihaknya,memang gak boleh terus bergantung,tetapi ya mau bagaimana,lah wong yang kekuasaan itu mereka-mereka yang duduk di tempat empuk itu,mereka kan yang memberikan harga kepada petani,cobalah memberi penghargaan tertinggi kepada petani,saya yakin indonesia bisa terus berswasembada pangan

Memang tidak dipungkiri kalo lahan pertanian akan berkurang seiring pertambahan laju penduduk yang semakin cepat. Semakin tahun indonesia akan sibuk untuk menekan ledakan populasi penduduk yang bisa berakibat munculnya krisis pangan. Ini perlu langkah pemerintah untuk merangkul semua lapisan elemen untuk menanggulangi krisis pangan yang akan melanda. Dan saatnya insinyur pertanian turun ke sawah, bisa juga dengan memberikan beasiswa pertanian untuk seluruh anak petani indonesia.

Wah artikel ini benar-benar menginspirasi. Saya mulai sadar kenapa kita sempat (atau masih?)impor beras.

Blogwawan@setuju atau tidak terserah anda, tapi aku lebih senang jaman pemerintahan Bpk.soeharto yang selalu mementingkan rakyat kecil, masa itu petani makmur, banyak masyarakat desa di rekrut menjadi karyawan sebuah taman miliknya tak peduli lulusan SD. mementingkan rakyat kecil dipedesaan. coba lihat sekarang, lulusan sarjana saja gak kerja, skrng lebih condong ke koneksi.

Anonim@ saya tidak memperhitungkan dengan laju pertumbuhan penduduk, karena pada kenyataannya villa dan perumahan di pedesaan dibangun bukan untuk tempat tinggal, si kaya membangunnya dengan menggunakan tanah seluas itu hanya untuk tempat singgah jika liburan. seharusnya pembangunan lebih diprioritaskan untuk tempat tinggal dan yang penting saja. Di taman dayu misal, masa pemerintahan bpk soeharto hanya dibangun taman, namun sekarang setelah jatuh ketangan swasta berubah menjadi pusat perdagangan. dibangun ruko-ruko menjulang, padahal ruko2 itu banyak yg kosong, tp sekarang bangun lagi.

Berita Unik@ pernah tahu gak di sebuah berita bahwa beras yang di impor kurang baik dikonsumsi walaupun berwarna putih? banyak makanan impor di musnakan Dll. karena produk hasil petani Indonesia kenyataannya lebih baik kwalitasnya. Indonesia tanah yang subur, tanpa obat2an yang berbahayapun hasilnya sudah baik untuk dikonsumsi.